Sabtu, 06 Agustus 2011

pejuang nasi

Aku tak pernah tahu bagaimana suasana perang kemerdekaan
Aku tak pernah mendengar semangat dari pidato bung Tomo
Aku tak pernah mengikuti upacara bendera dengan Khidmat
Dan aku tak pernah tau bagaimana bangganya menjadi seorang pejuang!

Sengaja ku awali menulis paragraf ini dengan font tebal dan dicetak miring. karena memang itu yang terjadi selama ini. aku manusia merdeka yang hidup di negara merdeka. aku bebas berbuat apa saja asal tidak melanggar norma-norma di negara ini. dan tentu saja, sama seperti hampir semua siswa lainnya, aku sangat membenci upacara bendera setiap jam setengah tujuh pagi di hari senin! selain membuatku terjaga lebih dini, kami juga diwajibkan memakai topi. belum lagi selalu ada guru yang berkeliling di setiap baris untuk memeriksa kelengkapan atribut kami. kurang sedikit saja, kami pasti dipindah ke barisan anak-anak yang datang terlambat, yang nantinya menghantarkan kami pada hukuman dijemur selama dua jam pelajaran di tengah lapangan. masih mending bila hanya dijemur dan ditonton sejuta umat. ada kalanya kami diberi bonus extra menghitung jumlah paving yang ada di lapangan. HAH ! I hate Ceremony!

hingga pada suatu siang saat aku diberi tugas pelajaran sejarah untuk mewawancarai seorang mantan pejuang. aku kelimpungan. tidak banyak kakek-kakek pejuang yang aku kenal. teman-teman kakekku pun sudah banyak yang "pergi" lebih dahulu untuk mengahadap sang Khalik. tentunya dengan ornamen bendera merah putih yang tertancap di tanah masa depannya, yang menandakan bahwa beliau ini mantan pejuang kemerdekaan.

aku merengek pada eyang kakungku. memaksa beliau mengingat-ingat teman seperjuangannya yang mungkin masih hidup dan pernah ikut berperang. dalam hati aku berharap agar eyang kakungku saja yang menceritakan pengalaman heroiknya. tapi, eyang kakung ku berkata bahwa beliau bukanlah seorang pejuang.
Tiba-tiba, datanglah eyang uti ku. beliau ikut duduk di meja makan dan mendengarkan obrolanku dengan eyang kakung.

"Eyang uti lahir tahun 1940. Eyang masih berumur 5 tahun saat Indonesia merdeka," kenang eyang uti. Matanya menerawang jauh keatas, mencoba mengumpulkan memori akan masa kemerdekaan. 

"Sebenarnya, eyang ini lima bersaudara. tapi kakak kedua eyang meninggal dunia sewaktu perang."

"Kenapa, eyang? ditembak Belanda?" tanyaku penasaran.

"Oh, bukan. waktu itu kita sudah tidak dijajah lagi oleh Belanda. Negara kita sudah diambil alih oleh Jepang. dan Jepang jauh lebih kejam daripada Belanda! Hampir semua pemuda negeri kita ikut berjuang. entah itu tentara atau bukan. kami bersatu padu mengusir para Jepang hanya dengan bermodal Bambu Runcing. sangat jauh bedanya dengan para penjajah yang menggunakan pistol. para pejuang itu tak kenal takut dan tak kenal lelah. mereka berjaga siang dan malam. kakak kedua eyang, meninggal saat sedang melancarkan gerilya malam. beliau terserang malaria, dan akhirnya meninggal di kamp....."

Eyang uti terdiam sejenak sambil terus menerawang keatas. beliau mengambil nafas dalam dan mulai bercerita kembali.

"tidak banyak kenangan eyang bersama kakak. kakak meninggal amat muda. masih 19tahun. Bahkan kakak pergi mendahului ibu eyang, eyang uyut mu. saat itu eyang terlalu kecil untuk mengenal kematian. tubuh kakak disemayamkan di kota kelahiran kami, Lamongan. keluarga eyang sengaja tidak mau menempatkan tubuh kakak di Taman Makam Pahlawan. cukup di tanah biasa saja. disamping eyang uyut. itulah pesan eyang uyut saat beliau meninggal. ingin dibaringkan disamping tempat kakak, karena eyang uyut tidak sempat merawat kakak saat kakak sakit."

aku terdiam sambil terus mendengarakan. eyang uti mengubah posisi duduknya. kali ini beliau tidak menerawang lagi. beliau terus bercerita sambil menyiapkan obat-obat untuk eyang kakung yang kesehatannya mulai menurun termakan usia.

"Makanya, ti. Eyang ini sedih lihat anak muda jaman sekarang. sekarepan. tidak menghargai apa yang telah generasi sebelumnya berikan untuk negeri ini. mereka cuma main-main tidak berguna tanpa merasakan susahnya merebut kemerdekaan!"

GLEKK! Aku menelan ludah. maafkan aku eyang, aku termasuk salah satu diantara golongan "anak muda jaman sekarang" itu. karena aku bahkan tidak pernah menyukai upacara bendera. padahal upacara bendera itu kan ditujukan untuk mengenang jasa para pahlawan. iya, to?

"Kalo eyang uti umur 5tahun saat Indonesia merdeka, berarti memang masih belum bisa ngapa-ngapain, ya? Masuk TK aja belum. Hihihi. Kalo Eyang kakung, masa' ndak punya cerita?" tanyaku lagi. kali ini untuk Eyang kakungku. kali ini gantian Eyang kakungku yang menatap lurus kedepan. tangannya dijadikan penopang dagunya. kembali beliau mengingat masa lalu.

"Eyang kakung lahir tahun 1936. 4 tahun lebih tua dari Eyang Uti. Saat itu umur Eyang Kakung dikategorikan 'nanggung'. terlalu besar untuk jadi seorang anak kecil, tapi terlalu kecil untuk ikut berjuang. eyang ndak pernah bawa bambu runcing ataupun bergerilya seperti kakaknya eyang uti. eyang hanya diberi sebuah tugas oleh para wanita. mengantarkan nasi untuk para pejuang di kamp. tugas ini gampang-gampang susah. eyang harus gesit agar nasi tetap hangat saat sampai di tangan para pejuang. dan yang paling penting, eyang tidak boleh terlihat oleh pihak musuh! jika eyang samapi terlihat, wah bisa terbongkar markas para pejuang!

Yaah, eyang memang ndak pernah merasakan bagaimana rasanya berjuang diantara hidup dan mati untuk membela Indonesia. Tapi eyang berjuang dengan cara lain. Eyang ikut mengharumkan nama baik Indonesia dengan membuktikan kepada Dunia bahwa Indonesia bukan bangsa yang bisa dibodohi. Eyang dikirim ke Amerika sekitar tahun '70an. bahkan ada fotonya saat Eyang berada di Gedung Putih dan saat bersalaman dengan Pak Harto sekembalinya eyang dari Amerika.

Putri ndak harus selalu mempertaruhkan nyawa dengan berjuang melawan penjajah untuk menunjukkan rasa cinta tanah air Indonesia. ada banyak cara untuk itu. salah satunya, harumkan nama Indonesia. Bawa nama Indonesia keluar dunia. buktikan pada orang-orang, bangsa Indonesia adalah bangsa yang kuat dan juga cerdas! itu sudah bisa disebut pejuang!"

Aku terdiam mendengar kata-kata eyang kakungku. rasanya darah ini menggelegak! ada semangat baru yang timbul dalam diriku! Ya, memang banyak cara untuk berjuang demi membela tanah air tercinta! dan eyang kakung ku sudah membuktikannya. beliau memang bukan seorang pejuang kemerdekaan, tapi beliau turut berjuang mengahrumkan nama baik Indonesia di mata dunia. 

Tapi kalau dipikir-pikir lagi, perjuangan eyang kakungku mengirim nasi untuk para pejuang, kan bisa dikategorikan sebagai tindakan heroik dan patriotik, bukan? tanpa kiriman nasi oleh eyang kakungku, bisa-bisa para pejuang kelaparan dan kurang energi dalam bertempur. siapa bilang eyang kakaung bukan pejuang? ia tetap pejuang menurutku, walaupun hanya pejuang nasi. hehehehehe.

Dirgahayu yang ke 66 Indonesiaku!
MERDEKA !


Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan Cermin Blogger Bakti Pertiwi yang diselenggarakan oleh Trio Nia, Lidya, Abdul Cholik.
Pada kata Nia – dipasang link : http://alqoernia.blogspot.com/
Pada kata Lidya-dipasang link : http://www.fitrian.net/
Pada kata Abdul Cholik-dipasang link : http://abdulcholik.com/
Sponsored By :




11 komentar:

  1. Meskipun hanya bertugas mengirim nasi, tapi itu butuh orang yang berani untuk melakukannya.

    Wah akhirnya ikutan lomba juga. Sip nduk, semoga sukses ya..

    BalasHapus
  2. Terimakasih atas partisipasi sahabat dalam kontes CBBP
    Artikel sudah Lengkap.....
    Tapi kalau bisa mohon Banner Lombanya dipasang.....
    Salam hangat dari Jakarta.......

    BalasHapus
  3. hebaatt.... itulah jiwa seorang patriot loor..

    BalasHapus
  4. Baru ngeh, ternyata ada juga pejuang nasi ya. He he. .
    Ada banyak cara memang untuk membantu perjuangan saat itu dan apapun caranya kita pantas dan wajib untuk menghormati mereka ya.

    Sukses buat kontesnya.

    Salam.. .

    BalasHapus
  5. Wew, satu persatu keluarga tamasya sudah menjadi blogger. Tulisane apik apik. Keren...

    BalasHapus
  6. hehehe,,,meski sepele dan tidak ikut bereperang tapi kan ikut mensukseskan kemerdekaan dengan mengrimkan nasi pada para pejuang,,,

    Sukses untuk lombanya,,,

    BalasHapus
  7. sangat menarik... berjuang tidak harus angkat senjata, tapi juga angkat periuk nasi hingga angkat nama bangsa.

    salam kenal, selamat bertanding di kontes CBBP, semoga sukses

    BalasHapus
  8. Gud luck aj.....
    mudah2an bukan cuma jadi inspirasi belaka....

    BalasHapus
  9. Mampir sambil menilai tulisan :) terima kasih atas partisipasinya

    BalasHapus