Sabtu, 29 Maret 2014

curhat colongan di warung kopi

"mas, aku lagi galau" kataku dengan nada riang gembira. Pria yang kuajak bicara hanya tersenyum singkat. mungkin pikirnya, mana ada orang galau tapi masih cengengesan.

"ada apa mbak kelor? kamu galau gak galau kok tetep aja cengengesan"

"hehehehe. ada sesuatu yang mengganjal pikiranku. jadi intinya, tiga tahun yang lalu aku pernah bermasalah dengan seseorang, dan kesalah pahaman itu masih belum benar sampai sekarang. dari aku sih udah menganggap biasa aja, tapi entah dari pihaknya. apakah masih tidak suka atau sudah bisa menerima kehadiranku. yang pasti, aku tau orang itu sebenarnya baik, hanya saja dia mengenalku dengan cara yang salah. atau memang aku yang selalu salah, ya? hahahaha"

"mbakkelor sudah pernah coba mengajaknya bicara?"

"sudah beberapa kali, mas. dulu, waktu kesalah pahaman ini masih baru. tapi dia seolah tidak mau tau. yaaah, dulu sih lumayan makan ati, ngeliat cibirannya dia ke aku di media sosial. sempat bales-balesan juga. tapi ngebales terus tanpa penyelesaian, lama-lama bikin bosan. akhirnya yaa cibiran itu selesai, tapi kita masih belum pernah ngopi dan meluruskan yang tidak lurus. hhihihi."

"yaah, kalo begitu biar waktu yang memperbaiki semuanya. tapi aku rasa waktu tiga tahun itu sudah cukup lama untuk meredakan sebuah amarah. terus apa masalahnya?"

"kebetulan ada yang ngajak aku untuk mengikuti sebuah program belajar bahasa inggris. pesertanya yaa kawan-kawan itu juga. nah, yang jadi mentor bahasa inggrisnya itu dia. kalau aku memutuskan untuk datang ke kelas bahasa inggrisnya, apa program itu masih bisa berjalan lancar? atau malah nanti jadi semburat karena kedatanganku malah bikin dia emosi jiwa dan batal mengajar? apalagi mas tau sendiri aku ini orangnya ceplas ceplos, ngomong tanpa dipikir. yang aku takutkan, nanti bukannya jadi kelas bahasa inggris malah jadi ajang gojlok-gojlokan, sakit hati, lalu dendam lagi. duhnaaak. kalo aku sih gak masalah, udah biasa di gojlokin. tapi kalo dia gak kuat denger gojlokkan, dan makin dalam kebenciannya ke aku yang disini adalah korban kesalahpahaman, gimana pas?"

"hahahahahha. gakpapa mbak kelor. itu bisa jadi ajang pendewasaan juga buat dia. saat dia sudah memutuskan untuk menjadi seorang pengajar, apakah dia mampu untuk tetap professional mendidik orang yang tidak dia suka? seorang guru gak boleh pilih kasih, lho. menurutku kamu harus mengikuti kelasnya."

"gitu, ya. jadi lebih baik aku datang meskipun aku tidak membutuhkan kelas bahasanya?"

"yang kamu butuhkan adalah membenarkan kesalah pahaman itu, melalui kelas bahasanya. sudah, ikuti saja."

"iya. apapun yang terjadi tetaplah memilih menghadapi ya, mas."

aku menarik nafas dalam. angin berhembus lumayan kencang. aku bahkan lupa memesan minuman. terlalu asyik dalam kebimbangan.

"sebenernya ada satu masalah lagi, sih. masih seputar kesalah pahaman."

"iyaa, apa lagi mbak kelor?"

"mas tau kan, aku tiap hari selalu bertengkar sama pacarku? kita biasa perang status. tapi kita langsung berbaikan dalam tempo yang se-singkat singkatnya. walaupun kita akan kembali bertengkar lagi."

"hahaha. kalian ini kayak anak kecil. main - marah - berantem - baikan - main lagi - marah lagi - berantem lagi - baikan lagi"

"iya mas. tapi menurutku gak ada yang salah dengan itu. anak kecil memang gampang marah, tapi juga gampang memaafkan. gak kapok mengulang kesalahan yang sama, tapi juga gak kapok untuk memperbaikinya. nangis terus ketawa terus nangis lagi, ketawa lagi. anak kecil aja abis berantem bisa berteman lagi, terus kenapa orang dewasa yang sikapnya kaya anak kecil gak bisa seperti anak kecil sungguhan. yang ada malah terus menyimpan dendam. hmmmmm."

"hahahaha. yaa namanya orang kan berbeda mbak kelor. kalo kamu merasa seperti anak kecil yang marah lalu baikan, belum tentu orang lain bisa bersikap seperti anak kecil juga. ada yang saat sudah sakit hati, sulit untuk memaafkan. jadi jangan dipukul rata semua."

"iya mas. balik ke topik gaya pacaranku yang kaya anak kecil, ya. waktu aku berantem untuk yang ke sekian puluh ribu kalinya, ada seorang teman yang ikut menghinaku di media sosial. saat aku tanya apa masalahnya sampe dia ikut campur urusanku, dia tidak mau menjawab. dia cuma mengatai aku ngomel. bahkan dia bilang aku ini seperti tai. kalau aku memang tai, untuk apa dia repot ngurusi tai? toh dia bukan petugas sedot WC, kan?"

"hahahahhaa, ada-ada saja kamu ini, mbak kelor"

"masih belum selesai sampai disitu mas. setelah dia mengatai aku seperti tai, dia juga mengikut sertakan nama ibu. dia seolah mengancam mau melaporkan kenakalanku selama ini ke ibu. aku langsung diam mas. tidak, bukannya aku takut. tanpa dia laporkan pun, ibu sudah tau seperti apa bandelnya aku. dan ibu bisa menerima itu. karena aku percaya kasih sayang ibu begitu besar, mampu memaafkan apapun kesalahan yang telah anaknya perbuat. yang aku sesalkan, kenapa dia berani mengikut sertakan nama ibu? senakal-nakalnya aku, aku tidak pernah berani membawa-bawa nama ibu dan ayah, seberat apapun masalahnya. bagiku, jangan sampai menyakiti hati mereka, apalagi hanya karna masalah sepele. aku pernah menampar temanku karena dia mengikut sertakan nama ibuku dalam masalah kami. aku ingin sekali menampar mulutnya karna sudah lancang mengikut sertakan nama ibu, tapi kami bahkan tidak bertemu. yasudahlah, akhirnya aku diam saja, meskipun dalam hati teramat sangat marah. biar saja, sabar. biar Tuhan yang membalas mereka yang berani mengikut sertakan orang tua, terutama ibu, dalam masalahnya."

"nah, itu mbak kelor sudah bisa bersikap dewasa. kalau mbak kelor terus menerus membalas, apa bedanya mbak kelor dan dia? yang ada masalah akan semakin merambat kemana-mana. Tuhan gak tidur kok."

"mas, teman yang baik itu yang meredam, kan? bukan malah memprovokasi?"

"kalo yang provokasi itu namanya tukang demo, mbak kelor. hahaha."

"iih, mas ini. aku kan lagi galau. mlah diketawain."

"kegalauanmu itu lucu, mbak kelor."

"kenapa ya, mas, kok banyak yang benci sama aku? apa karena aku ngomongnya terlalu ceplas ceplos?"

"yaah, mungkin karna kamu terlalu vokal."

"kalu begitu, aku harus jadi konsonan?"

"hahahaha. bukan seperti itu. kamu tidak bisa selalu menyuarakan apa yang kamu pikirkan dan kamu rasakan. kmu harus melihat lawan bicaramu. apa mereka bisa menerima sikapmu yang seperti itu. harus belajar menahan diri."

"berarti memang aku yang terlalu menyebalkan ya, mas."

"bukan menyebalkan. hanya saja, cuma orang-orang bermental kuat yang bisa berteman denganmu. karena mereka yang bermental lemah pasti bisa sakit hati dengan kejujuranmu. terkadang kamu terlalu jujur, mbak kelor. dan gak selamanya kejujuran itu menyenangkan."

"daripada hidup dalam kebohongan, lebih baik mati dalam kejujuran, kan? waduh, berarti aku harus bermenta superstar ya. artis-artis itu, banyak yang memuji tapi banyak juga yang mencaci. kalo aku tumbang hanya karena dua orang pembenci, berarti aku masih belum layak jadi superstar. hahahaha."

"duh, kamu ini yaaa. hahahhaha. entahlah, aku bingung mengikuti cara berpikirmu. kamu ini UNIK. hahahaha."

"iya sudah lah, mas. aku memang masih harus banyak belajar mengenai cara berbicara. kalau perlu ikut kelas kepribadian saja, ya."

"sepertinya itu ide bagus. tapi sepertinya sulit untuk membayangkan seorang mbak kelor bersikap anggun dan tenang. hahahaha."

"duh mas. jangan begitu lah. aku memang bandel, bengal, nakal, keras kepala, sulit diatur. tapi ini kan proses pencarian jati diri, mas. setidaknya aku masih terus berusaha menjadi manusia yang lebih baik. ini juga yang membawaku menemuimu, mas. sebab aku tau kamu orang yang bisa berpikir dan bersikap dengan tenang. makanya, aku harus banyak belajar ke orang-orang sepertimu biar bisa lebih tenang dalam menghadapi apapun."

Pria itu terkekeh sambil geleng-geleng kepala dan mementung keningku dengan gemas. mungkin nanti malam dia akan bermimpi tentang seorang kelor yang anggun dan keibuan. bisa jadi, kan? hihihihi. dan diakhir percakapan itu, aku teringat perkataan sang Patriot Mawar Merah, "awak dewe lho wes biasa jelungup, dadi gak usah wedi nek ono sing njongkrakno maneh. hahahahahaha"
yang artinya, "kita ini sudah terbiasa terpuruk, jadi jangan takut jika ada yang menjatuhkan. hahaha"

yah, setidaknya aku bersyukur, walaupun banyak yang membenci tapi lebih banyak yang menyayangi. bukankah para Rock star juga seperti itu? hihihihi. tetap semangat, Tuhan ada bersama mereka yang bersabar dan mau terus belajar :D

with love,
Kelorasta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar