Minggu, 03 Desember 2017

SARJANA : Catatan seorang penganggur (tanpa bir dingin) I



Tulisan ini pertama kali di post di facebook mbakkelor pada tanggal 1 November 2015, hari pertama saya resign dari kantor dan resmi menyandang gelar pengangguran. Oh iya, tulisan ini sekaligus merupakan lanjutan dari postingan saya yang terdahulu yang bisa kalian baca disini


PROLOG


malam itu hapeku berdering. ada satu pesan masuk dari sahabatku, Rere. dia bilang, “maaf belum bisa ikut ngopi, gek. aku masih garap tugas. biar cepet lulus dan kerja kayak kamu.” aku cuma senyum senyum aja. mungkin dia tidak tau kalo mulai jumat kemarin aku resmi menjadi penganggur. ya, penganggur. tanpa bir dingin.

banyak yang kaget dan shock lalu mempertanyakan, KENAPA? bahkan beberapa customer mengirim pesan secara pribadi, malah ada yang jauh-jauh nelfon dari jepang, cuma untuk berterimakasih dan sangat menyayangkan track record yang hanya bertahan satu periode musim ini. lalu aku harus jawab apa? kalian mau dengar jawaban yang seperti apa?

setiap ditanya, kenapa kok resign? aku hanya meringis sambil menjawab ala kadarnya “pengen naik gunung”. mereka cuma geleng-geleng kepala. eman ijazahnya. Sarjana kok nganggur. seolah ada hukum tidak tertulis bahwa SARJANA PANTANG NGANGGUR. sampai-sampai kalimat itu dijadikan slogan sebuah coklat lokal di Jogja. memang, di Indonesia hal berbeda adalah semacam sesuatu yang tabu. seolah semuanya harus pada jalurnya, yaitu lahir, tumbuh, sekolah, bekerja, menikah, melahirkan, menumbuhkan anak,menyekolahkan anak, membuat anak bekerja, menikahkan anak, memiliki cucu, melihat anak menumbuhkan cucu, melihat anak menyekolahkan cucu, melihat cucu bekerja, melihaty cucu menikah, lalu DIE. sukur-sukur deh, mati juga ga bakal kita duga kapan datangnya. bisa jadi di fase tengah sebelum menikah. entah.

sebenarnya, aku tidak ingin naik gunung. toh semua jalur seang ditutup karna kebakaran yang disebabkan oleh kemarau berkepanjangan. aku hanya ingin istirahat. lagipula bekerja bukan hanya di kantor saja. mungkin aku akan kembali mengikuti ajaran lama kaum bodhisatva, “berkarya atau lapar”. aku memang bukan seniman, tapi karya ga melulu lahir dari seoramg pekerja seni. tulisanklu ini adalah karyaku. ga suka? abaikan saja. sama seperti ujaran pidi baiq, “aku mencintai kau seperti hujan. kalau kau ga suka, berteduh saja”. akupun tak memaksa kalian untuk bisa menerima akal sehat ku. kalian berhak bicara, tapi akupun berhak tidak mendengar.

benmales, salah satu band favoritku yang sampai saat ini tidak juga terkenal, berkata lewat lagunya, “kami memang malas, malas untuk berdiam diri, malas untuk tidak berkarya, malas merusak yang sudah indah, malas menjadi yang BUKAN KAMI. dan kami pun berharap kamu juga pemalas, malas yang seperti kami, malas untuk tak berarti”

bagi kalian, mungkin tulisanku ini tanpa arti. tapi bagi sebagian orang, mungkin saja punya arti. terutama bagiku, ini adalah media untuk menjadi seorang penganggur. tanpa bir dingin. dan sebagai seorang penganggur,. semoga harti-hari saya bisa berarti. bisa berkarya lagi. karena aku LAHIR, TUMBUH, BEBAS. dan juga karna sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi sekitarnya.


salam nganggur. ingat, tanpa bir dingin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar