Minggu, 03 Desember 2017

SARJANA : Catatan Seorang Penganggur (Tanpa Bir Dingin) Intermezzo

Tulisan ini dibuat hari ini, 3 Desember 2017, sehari sebelum ibuku merayakan usianya yang ke 52 tahun.


Ada beberapa jeda waktu yang cukup lama dalam penulisan SARJANA : Catatan seorang penganggur (tanpa bir dingin) V menuju VI. Kala itu aku kembali ke Jember dan mencoba hal baru : menjadi seorang content writer di sebuah web.

Bayaranku kala itu hanya enam ribu rupiah per artikel. Di kali kewajiban menulis 90 artikel per bulan. Hitung sendiri berapa, yang jelas jika target terpenuhi aku mendapat imbalan sebesar 600.000 rupiah. Dan tebaklah, aku berhasil menghidupi diriku dengan itu. Hahahaha.

Hal yang pertama ku lakukan tentu saja mencari kosan dengan budget minim. Aku menemukan kosan reyot seharga 150.000/bulannya. Rumah kuno model tahun 70-an dengan bu kos beragama Hindu yang tidak pernah di rumah. Bisa kau bayangkan lah seseram apa kosan itu. Tapi, asal kau tau, di dunia ini tiada yang lebih menyeramkan dari manusia. Manusia penghuni kos disitu lebih seram dari hantunya! Sedikit bocoran, cerita tentang kos ini akan muncul di part tulisan selanjutnya yang berjudul How I Met Your Father. Tapi entah di part keberapa, tunggu saja.

Singkat cerita, dari kegilaanku yang ingin menjadi volunteer di Sokola, aku malah dipertemukan dengan berbagai macam manusia. Salah satunya perempuan mungil bernama Lola yang wajahnya sama sekali ngga mencerminkan umurnya. She's totally awet muda! Dari Lola, aku mendapat pekerjaan sampingan menjadi tour guide, pekerjaan yang sudah ku nantikan sejak SMA namun tidak pernah mendapat restu dari ibuku.

Pekerjaan sampingan apapun ku lakukan demi bertahan hidup di kota orang dengan gaji hanya 600ribu dipotong biaya kosan 150ribu. Dan memang, kekuatan manusia selalu muncul di saat kepepet. Siapa sangka dengan pemasukan separuh dari uang bulanan yang dikirim ibuku saat aku masih jadi mahasiswa, aku malah bisa berpetualang ke Jogja, Ijen, pantai payangan, Air terjun tumpak sewu, bahkan ke jakarta. Dari sini pula aku mendapatkan saudara-saudara baru. Pertemuan kami singkat, namun membekas.

Perlukah aku ceritakan soal manusia-manusia yang kutemui selama interval bulan november ke februari?

Kurasa tidak. Tidak perlu. Atau mungkin, belum. Karena ada cerita yang lebih penting lagi dibanding semua itu.

I'm getting married (!)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar